Rabu, 01 Juli 2015

Transfer Pricing Dalam Praktek Perpajakan Internasional (Tugas 3_Kelompok 5_Akuntansi Internasional)



TRANSFER PRICING DALAM PRAKTEK PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Kelompok 5 :
1.  Agung Prasetyo                  20211347
2.  Andi Setiadi                        20211746
3.  Ary Rachmansyah              21211216
4.  Dodi Kurniadi                     22211197
5.  Panji Sakum Nugroho        27211868
6.  Pranki Robin P                   25211553
7.  Rahimah                             28211365
8.  Raymoon                            25211923
9.  Rian Wijayanto                   26211099


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas ini dengan judul “TRANSFER PRICING DALAM PRAKTEK PERPAJAKAN INTERNASIONAL” tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sofskill Mata Kuliah Akuntansi Internasional. Selesainya Tugas ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan, baik itu bimbingan moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung yang sangat membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Olivia Febriya Anggraini selaku dosen mata kuliah Akuntansi Internasional yang telah membantu memberikan Tugas kepada penulis untuk pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan dengan segala kerendahan hati semoga. Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca guna pengembangan selanjutnya.
  



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Dunia telah berubah sejak beberapa decade yang lalu, bahkan di beberapa tahun terakhir keadaan menjadi sangat lebih rumit jika dibandingkan dengan keadaan pada zaman-zaman dahulu dimana semuanya masih berbaut tradisional dan semua serba menggunakan tenaga manusia. Globalisasi telah merambah di berbagai sektor di berbagai Negara, bukan hanya Negara maju, melainkan juga Negara-negara dunia ketiga. Globalisasi juga tidak hanya masuk dalam tataran teknologi informasi dan komunikasijuga, tetapi globalisasi telah masuk dalam celah besar di perekonomian di berbagai Negara di dunia ini. Perubahan di berbagai kegiatan bisnis pun sudah terjadi mengikuti arusglobalisasi tersebut. Bukan hanya pemerintah saja yang mengadakan hubunganke luar negeri, melainkan juga para pebisnis-pebisnis multinasional melakukannya pula. Bahkan, para pengusaha home industry sudah melakukan penjualan sampai ke luar negeri. Perubahan ini menuntut gerak cepat para pebisnis untuk segera melakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga mereka akan mampu bersaing dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional dalam kaitan globalisasi ini. Produksi pun harus lebih cepat lagi dilakukan sehingga kebutuhan manusia dapat dipenuhi, apalagi produksi yang sifatnya sangat diperlukan oleh masyarakat banyak. Ini menuntut para pengusaha untuk melakukan pabrikasi dengan tenaga yang labih modern lagi, yaitu dengan robot. Tenaga-tenaga manusia pun menjadi pelengkap saja untuk produksi yang mungkin lebih baik jika dikerjakan oleh manusia.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penulisan ini adalah:
1.    Apa pengertian Transfer Pricing ?
2.    Apa tujuan Transfer Pricing ?
3.    Apa saja Tipe dan Metode Transfer Pricing ?
4.    Bagaimana Transfer Pricing dalam Perusahaan Multinasional

1.3         Batasan Masalah
Dalam penulisan ini penulis membatasi masalah hanya pada Pengertian Transfer Pricing, Tujuan Transfer Pricing, Tipe dan Metode Transfer Pricing, dan Transfer Princing dalam Perusahaan Multinasional

1.4         Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1.    Untuk mengetahui pengertian dari Transfer pricing
2.    Untuk mengetahui tujuan dari transfer pricing
3.    Untuk mengetahui tipe dan metode Transfer Pricing
4.    Untuk mengetahui penggunaan transfer pricing dam perusahaan multinasional

1.5         Manfaat penelitian

Adapun manfaat penulisan ini adalah :

Penulisan ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan lebih bagi penulis dalam mengetahui dan memahami tentang Tranfer Pricing Dalam Praktek Perpajakan Internasional serta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti perkuliahan sehingga dapat memberikan manfaat serta memberikan pengetahuan tentang Tranfer Pricing Dalam Praktek Perpajakan Internasional.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Transfer Pricing
Bagi organisasi yang terdesentralisasi, keluaran dari sebuah divisi dipakai sebagai masukan bagi divisi lain. Transaksi antar divisi ini mengakibatkan timbulnya suatu mekanisme transfer pricing. Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying divison). (Henry Simamora, 1999:272). Transfer pricing sering juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan). Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok okeh divisi penjual kepada divisi pembeli. Bila dicermati secara lebih lanjut, transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari harga yang disepakati. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk mengurangi laba yang nantinya akan mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu negara.
Dari uraian di atas nampak bahwa pada prinsipnya praktik transfer pricing (dengan harga yang tidak sama dengan harga pasar) dapat didorong oleh alasan pajak (tax motive) maupun bukan pajak (non-tax motive). Berbagai studi di luar Indonesia menunjukkan hal tersebut (Carson;1979, Vaitson;1974, dalam Caves;1996). Motivasi pajak atas praktik transfer pricing dilaksanakan dengan sedapat mungkin memindahkan penghasilan ke negara dengan beban pajak terendah atau minimal. Salah satu bentuk pengalihan penghasilan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalti karena dengan sangat langkanya standar harga (tarif) pasar atas royalti sangat sulit bagi administrasi pajak untuk mengatasinya. Kopits (dalam Caves;1996) menyatakan bahwa paling kurang 13% pembayaran royalti dari negara bcrkcmhang (ke negara maju) merupakan transformasi royalti menjadi dividen. Selanjutnya, sehubungan dengan harga barang (bahan) input produksi, Lecras (dalam Caves;1996) menyatakan bahwa berdasarkan studi tahun 1985 perusahaan multinasional yang beroperasi di ASEAN memakai dasar selain harga pasar dalam menghitung transfer pricenya. Semakin mudah tingkat otonomi anggota perusahaan multinasional di mancanegara semakin tinggi pemanfaatan strategi transfer pricing. Semakin kurang menentu-nya lingkungan tempat operasi anggota perusahaan tersebut, semakin besar porsi penjualan ekspor ketimbang penjualan domestik dan semakin tinggi potensi penghasilan, maka motivasi pajak terhadap transfer pricing semakin ekstensif.
Masalah transfer pricing ini juga tidak terlepas dari fenomena bisnis perusahaan besar yang multi unit yang akan melakukan ekspansi usaha ke luar negeri dengan mengoprasikan usahanya secara desentralisasi dan mengimplementasikan konsep cpst-reveneu atau konsep corporate profit center. Idealnya, konsep desentralisasi profit center tersebut merupakan pula alat yang dapat mengukur dan menilai kinerja yang juga salah satu tujuan manajemen serta motivasi pengelolaan unit-unit perusahaan multinasional yang bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Di samping itu, masalah ketat/tidaknya pengawasan aparat pemerintah yang terkait serta kebutuhan informasi, merupakan hal vang akan mendorong; pelaksanaan transfer pricing, sehingga secara keselturuhan beberapa faktor pendorong pemicu munculnya masalah transfer pricing tersebut adalah:
1)   Pergeseran menuju desenhralisasi, divisionalisasi, dan penggunaan konsep cnrpu­ ratc profit center
2)   Pemanfaatan transfer pricing dalam bisnis dan invesatsi internasional.
3)   Pengawasan transfer pricing oleh aparat perpajakan dan bea cukai di beberapa negara.
4)   Keperluan pengungkapan segmentasi informasi dan transaksi antar-unit dalam group perusahaan.

2.2         Tujuan Transfer Pricing
Secara umum, tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-diisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain (Henry Simamora, 1999:273) Selain tujuan tersebut, transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. A transfer pricing system should satisfy three objectives: acurate performance evaluation, goal congruence, and preservation of divisional autonomy (Joshua Ronen and George McKinney, 1970:100-101).
Sedangkan dalam lingkup perusahaan multinasional, transfer pricing digunakan untuk, meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan diseluruh dunia Transfer pricing can effect overall corporate incame taxes. This is particulary true for multinational corporations (Hansen and Mowen, 1996:496).

2.3         Tipe dan Metode Transfer Pricing
Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional dan divisionalisasi/departementasi dalam melakukan aktifitas keuangannya adalah:
a.    Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas biaya variabel dan tetap yang bisa dalam 3 pemelihan bentuk yaitu : biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).
b.    Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang  independen. Namun keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi kendala dalam mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
c.    Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.

2.4         Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional
Menurut Zain (2003:297-298), kebijakan transfer pricing multinasional bertujuan:
a.    Memaksimalkan penghasilan global
b.    Mengamankan posisi kompetitif  anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar
c.    Evaluasi kenerja anak/cabang perusahaan manca negera
d.   Penghidaran pengendalian devisa
e.    Mengontrol kredibilitas asosiasi
f.     Meningkatkan bagian laba joint ventura
g.    Reduksi resiko moniter
h.    Mengamankan cash flow anak/cabang di luar negeri
Berikut ini akan diberikan sebuah ilustrasi untuk memperjelas praktek transferpricing yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan induk (parent company) yang terletak di Belgia memproduksi suatu produk, dengan harga pokok Rp 100. Tarif pajak yang berlaku di negara tersebut adalah 42%. Untuk menghindari pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi, perusahaan induk memutuskan untuk menjual produk tersebut ke anak perusahaan yang ada di Puerto Rico dengan harga transfer yang sama dengan harga pokok yaitu Rp 100, sehingga pajak yang terutang atas transaksi penjualan antara perusahaan induk dan anak perusahaan adalah Rp 0.
Hal ini disebabkan karena harga transfer yang digunakan sama dengan harga pokok produk, sehingga atas transaksi ini tidak menimbulkan laba yang akan dikenakan pajak. Rekayasa atas harga transfer ini dibuat untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang berlaku di negara tempat perusahaan induk berada. Kemudian barang yang sudah dibeli, dijual oleh anak perusahaan di Puerto Rico ke anak perusahaan lain yang ada di Amerika dengan harga transfer Rp 200. Tarif pajak yang berlaku di negara Puerto Rico adalah 0%. Transaksi penjualan ini menimbulkan laba sebesar Rp 200. Atas laba yang timbul, seharusnya terutang pajak. Tetapi karena tarif pajak yang berlaku di negara tersebut 0%, maka pajak yang terutang atas laba yang dihasilkan adalah sebesar Rp 0. Kemudian barang yang sudah dibeli oleh anak perusahaan yang ada di Amerika dijual kembali ke perusahaan yang tidak mempunyai hubungan istimewa di negara yang sama, dengan harga jual Rp 200. Kebijaksanaan menetapkan harga jual ini dimaksudkan untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang berlaku di negara yang bersangkutan. Asumsi tarif pajak yang berlaku di negara Amerika 35%. Selanjutnya dapat dihitung bahwa pajak terutang atas transaksi penjualan ini adalah sebesar Rp 0.
Hal ini disebabkan karena harga jual atas produk tersebut sama dengan harga pokok pembelian barang, sehingga laba yang timbul atas transaksi ini adalah Rp 0. Kesimpulan yang dapat ditarik dari transaksi-transaksi di atas, adalah betapa pentingnya mengetahui tarif pajak yang berlaku di suatu negara, sebelum mengambil keputusan untuk melakukan transaksi penjualan dan pembelian barang. Tabel di bawah ini akan memperjelas ilustrasi di atas.

Tabel : Praktik Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional

Perusahaan Induk di Belgia
Anak Perusahaan di Puerto Rico
Anak Perusahaan di Amerika
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Laba
Tarif Pajak
Pajak Terutang
$   100
          $   100         
$       0
42%
$       0
$   200
$   100
$    100
0%
$       0
$   200
$   200
$       0
0%
$       0

Masalah transfer pricing ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari Pemerintah setempat, karena terkadang anak perusahaan yang didirikan dalam suatu negara, hanya bersifat sebagai transit place atau tempat persingahan semata. Suatu survey yang dilakukan oleh Ernst & Young LLp, 1999 menemukan bahwa masalah transfer pricing merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang terjadi pada perusahaan-perusahaan multinasional di seluruh dunia. Oleh karena itu banyak kantor akuntan publik melakukan auditcompliance, untuk melakukan pemeriksaan atas masalah transfer pricing ini yang memang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan. Gambar berikut ini akan memperlihatkan persentase dilakukannya audit compliance pada perusahaanperusahaan multinasional yang tersebar di berbagai negara besar di dunia.
Biasanya cegah tangkal yang dilakukan oleh negara-negara dengan adanya transfer pricing adalah membuat suatu kewenangan, dimana pemerintah diberikan wewenang untuk menentukan kembali dengan cara me-realokasikan kembali jumlah laba dan biaya-biaya yang timbul di perusahaan multinasional yang notabene punya beberapa divisi, sehingga laba dan biaya-biaya yang timbul sebagai hasil transaksi antar divisi tersebut yang ditengarai sebagai suatu praktek transfer pricing yang bisa meminimalkan pajak terutang dapat di cegah. U.S.- Based multinationals are subject to Internal Revenue Code Section 482 on the pricing of intercompany transactions. This section gives the IRS the authority to reaalocate income and deductions among divisions if it believes that such reallocation will reduce potentiak tax evasion. (Hansen and Mowen, 1996:543). Lebih lanjut ditegaskan bahwa dalam IRS, apabila terjadi transaksi antar divisi dalam perusahaan multinasional atau terjadi transaksi dalam perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa, maka harga yang berlaku adalah harga yang timbul apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak-pihak di luar perusahaan atau dengan kata lain, transaksi dilakukan dengan pihak-pihak yang tidak punya hubungan istimewa. That is, the transfer pricing set should match the price that would be set if the transfer were being made by unrelated parties, adjusted for diffrences that have a measurable effect on the price. (Hansen and Mowen, 1996:543).

2.5         Pengertian dan Tujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat perekonomian kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan antar kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk antar kedua negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.
Payung hukum persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B ini adalah Pasal 32A Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan pasal ini Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

2.6         Tujuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Dari isi Pasal 32A UU PPh ini jelas bahwa dilakukannya perundingan dengan negara lain untuk membuat perjanjian perpajakan ini memiliki dua tujuan utama yaitu pertama menghindari pengenaan pajak berganda (avoidance of double taxation) dan yang kedua adalah mencegah pengelakan pajak (prevention of fiscal evasion). Di samping dua tujuan utama tersebut, terdapat pula tujuan lain yang sebenarnya merupakan akibat bila dua tujuan utama di atas dicapai. Dalam penjelasan Pasal 32A UU PPh juga ditegaskan bahwa perjanjian perpajakan yang dilakukan pemerintah ini adalah dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain. Suatu perjanjian perpajakan atau tax treaty bertujuan pula untuk mendorong arus modal, teknologi, dan keahlian ke suatu negara. P3B juga akan memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak, memperlancar transaksi ekonomi antar negara dan meningkatkan kerjasama antar negara.

2.7         Menghindari Pajak Berganda (Double Taxation)
Dalam menerapkan ketentuan perpajakan, yurisdiksi perpajakan suatu negara akan berinteraksi dengan yurisdiksi perpajakan negara lainnya. Interaksi dua yurisdiksi perpajakan dua negara ini biasanya akan menimbulkan pajak berganda. Pajak berganda ini timbul karena dua yurisdiksi perpajakan mengenakan pajak kepada penghasilan yang sama yang dimiliki oleh subjek pajak yang sama. Misalkan seseorang bernama Mr. X yang merupakan warga negara A mendapatkan penghasilan yang bersumber dari negara B. Ketentuan pajak negara A akan mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh warganegaranya dari manapun sumber penghasilan tersebut. Di lain pihak, ketentuan pajak negara B juga mengenakan pajak terhadap penghasilan yang bersumber dari negaranya walaupun penerimanya bukan warga negara atau bukan penduduk negara B. Nah dalam kasus ini Mr. X akan dikenakan pajak dua kali oleh negara A dan negara B.
Pajak berganda juga bisa timbul jika seseorang atau badan memenuhi definisi sebagai subjek pajak dalam negeri (residence) dua negara. Dengan kondisi ini maka orang atau badan ini akan dikenakan pajak dua kali juga atas seluruh penghasilannya. Masalah ini biasa dikenal dengan istilah masalah dual residence. Untuk memecahkan masalah akibat penerapan ketentuan perpajakan dua negara, maka kedua negara perlu melakukan perundingan untuk membuat persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B). Dalam P3B ini nantinya akan diatur tentang hak pemajakan masing-masing negara untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Dalam kasus dual residence, suatu P3B akan membuat ketentuan sedemikian sehingga seseorang atau badan hanya akan menjadi residence (subjek pajak dalam negeri) dari satu negara saja. Ketentuan ini biasa disebut Tie Breaker Rule yang biasanya dimuat dalam Pasal 2 P3B.
Dalam P3B juga biasanya akan diatur mengenai corresponding adjutment dalam kasus transfer pricing serta memuat ketentuan tentang metode penghilangan pajak berganda. Corresponding adjutment mengandung makna bahwa jika satu negara melakukan koreksi harga dalam suatu transaksi dengan lawan transaksi di negara lain, maka negara lain juga harus melakukan koreksi sebaliknya agar pengenaan pajak tidak berganda.

2.8         Mencegah Pengelakan Pajak
Menghindari pajak bisa dilakukan dalam bentuk tax avoidance dan tax evasion. Tax avoidance biasanya dilakukan masih dalam koridor ketentuan perpajakan. Apabila penghindaran ini dilakukan masih sesuai dengan maksud dari pembuat ketentuan, maka penghindaran ini tidak menjadi masalah. Namun demikian, jika penghindaran ini dilakukan dengan ”mengakali” peraturan yang tidak sesuai dengan maksud pembuat undang-undang maka jenis penghindaran ini perlu dipermasalahkan.
Contoh dari pengindaran pajak yang mengakali ketentuan ini misalnya dengan membuat modal sebagai pinjaman dengan harapan dividen bisa disebut bunga sehingga bisa dibiayakan. Praktek menggunakan harga transfer (transfer pricing) dalam transaksi internasional dengan menggeser laba ke negara dengan low tax rate juga merupakan salah satu jenis penghindaran pajak seperti ini. Dalam kasus lain, bentuk penghindaran pajak ini bisa berupa membuat transaksi yang semu walaupun legal form nya benar. Transaksi semu ini dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat dari suatu tax treaty dimana jika transaksi dilakukan dengan cara yang seharusnya maka dia tidak akan mendapat manfaat dari suatu tax treaty. Pendirian conduit company, paperbox company atau special purpose company biasanya digunakan untuk mendapatkan manfaat suaty tax treaty.
Penghindaran pajak dalam bentuk tax evasion bermakna penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan pajak seperti tidak melaporkan penghasilan atau membebankan biaya fiktif. Dengan demikian, tax evasion berdimensi illegal dan kriminal. Untuk mencegah terjadinya penghindaran dan pengelakan pajak dalam suatu transaksi internasional, suatu perjanjian perpajakan biasanya memuat ketentuan tentang pertukaran informasi. Informasi dari negara lain dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus penghindaran atau pengelakan pajak seperti kasus treaty shopping (memanfaatkan ketentuan tax treaty yang tidak semestinya), kasus transfer pricing ataupun kasus tindak pidana perpajakan.




BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka hasil yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut:
1.    Transfer pricing adalah merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan).
2.    Tujuan dari transfer pricing adalah untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
3.    Tipe dan metode Transfer Pricing sebagai berikut:
a.    Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing yaitu perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga transfer atas biaya variabel dan tetap.
b.    Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing) yaitu apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang  independen.
c.    Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices) yaitu dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang diinginkan.
4.    Penggunaan transfer pricing dam perusahaan multinasional. Masalah transfer pricing ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari Pemerintah setempat, karena terkadang anak perusahaan yang didirikan dalam suatu negara, hanya bersifat sebagai transit place atau tempat persingahan semata. Masalah transfer pricing merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang terjadi pada perusahaan-perusahaan multinasional di seluruh dunia. Oleh karena itu banyak kantor akuntan publik melakukan auditcompliance, untuk melakukan pemeriksaan atas masalah transfer pricing ini yang memang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan.